Entri Populer: Cemburu

Minggu, 23 Januari 2011

Siapa Bilang Kita Tak Bisa Cemburu Pada Pasangan?

CEMBURU
(Kepada Setiap Wanita yang Mencintai Suaminya dengan Tulus dan Sepenuh Hati karena Allah Subhanahu wa Ta’ala)

Pendahuluan
Latar Belakang Permasalahan
Segala puji bagi Allah SWT semata, yang tiada sekutu bagi-Nya. Tidak ada daya dan upaya melainkan hanya milik-Nya semata. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Berkat petunjuk dan bimbingannya, kita bisa menjalani hidup lebih baik dan jauh dari kebodohan.
Berawal dari curahan hati (curhat) beberapa pasangan suami-istri yang kebetulan merupakan teman dan tetangga kami. Ditambah lagi dengan obrolan ringan dengan beberapa orang sahabat menyangkut berbagai masalah kehidupan rumah tangga. Kami mencoba dan berusaha mencarikan jalan keluar, minimal menenangkan mereka sehingga masalah mereka tidak berkembang dan membesar kearah pintu perceraian.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, ”Luruskanlah mereka (kejalan yang benar), dekatilah mereka, kemudian sampaikanlah berita gembira kepada mereka.”. ”Siapa saja yang mempermudah orang yang tengah kesulitan, niscaya Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. Siapa saja yang menutup aib seorang muslim, niscaya Allah menutup aibnya didunia dan akhirat.” (Diriwatkan oleh HR. Muslim).
Tulisan ini dipersembahkan untuk membantu para istri yang merasa kesulitan berbuat atau melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan dalam menyikapi ucapan, sikap, atau ulah pasangan dalam mengarungi mahligai rumah tangga. Setidaknya sekedar memberikan sedikit alternatif dalam menyelesaikan konflik rumah tangga khususnya dalam menangani kasus cemburu.
 Punya rasa cemburu adalah fitrah manusia. Menambah rasa cinta dan membuat hubungan pernikahan menjadi semakin mesra. Tetapi atas dasar alasan cemburu pula, banyak orang berkelahi, bercerai atau saling menyakiti. Makanya, cemburu boleh, asal jangan buta.
Menurut psikolog, Jacinta F Rini yang dikutip tabloid Nova, edisi no 817/XVI/2003, cemburu merupakan reaksi terhadap ancaman yang terjadi dalam hubungan dua orang karena adanya saingan atau rival. Lebih lanjut dia mengatakan, ”Yang dianggap rival, belum tentu orang. Bisa juga hobi, benda, atau apa saja yang akhirnya mengalihkan perhatian orang yang dicemburui.”
Ayala Malach Pines dalam situs www.bbc.co.uk  mengemukakan tentang pengertian cemburu merupakan satu kompleks reaksi atas munculnya ancaman pada satu hubungan yang tengah berlangsung yang didasarkan pada rasa khawatir akan hilang atau berkurangnya kualitas hubungan yang selama ini sudah terjalin.
Adapun wujud kekhawatiran dalam cemburu bisa saja timbul dalam rasa tidak nyaman, tidak suka, penolakan bahkan serangan pada yang dicemburui. Dalam tingkat berlebih, orang bisa saja melakukan kejahatan dengan alasan cemburu yang dikenal dengan istilah Cemburu Buta, dimana emosi telah menyulut bara cemburu hingga menutupi ketenangan berpikir dan kejernihan hati.
Faktor lain yang menyebabkan cemburu adalah faktor kepribadian yang bersangkutan. Jika kepribadiannya solid, tak masalah karena dengan pengalaman dan rasa percaya dirinya yang kuat menyebabkan dia merasa sangat aman dengan keberadaan dirinya serta tidak bergantung pada orang lain yang bisa memberinya pengakuan. Namun tak jarang orang memiliki rasa percaya diri yang semu. Artinya, jati dirinya hanya berdasar penilaian orang lain. Padahal, sebenarnya dia kurang PD dan bermasalah dengan interaksi.
Akibatnya, kala ada orang lain dekat-dekat pasangannya, meski hanya sebatas rekan kerja, sudah membuatnya merasa punya rival. Dia merasa tak aman dan nyaman, harga dirinya turun, dan mulai bertanya-tanya, masihkah ia cukup berharga dimata pasangannya. Selain itu dia juga ragu, apakah dia sudah tak menarik lagi, kurang pintar, dan sebagainya. Intinya yang diasumsikan sebagai kelemahan, akan dimunculkan. Orang yang konsep dirinya lemah seperti ini, cenderung mudah teriritasi oleh perilaku pasangannya yang sebetulnya netral. Pasangannya kuliah diluar daerah saja, ia sudah uring-uringan. (Penjelasan psikolog Johannes Papu, Msi alias Jo)
Namun, disisi lain, cemburu justru menunjukkan adanya pengakuan sekaligus penghargaan pada sebuah hubungan. Karena begitu bernilainya hubungan yang terjalin bagi dirinya, karena rasa cinta, kasih dan sayangnya, dan karena teguhnya seseorang menjaga komitmen yang dibangunnya bersama pasangan hidupnya, membuat seseorang secara fitrati akan mencegah semaksimal mungkin segala peluang yang bisa membawa perubahan negatif terhadap hubungan yang mereka miliki.
Jacinta F Rini menjelaskan bahwa biasanya cemburu diawali oleh suatu kecurigaan. Seseorang merasa pasangannya mulai mengalihkan perhatian pada hal lain. Padahal belum tentu benar. Pasalnya, perhatian itulah yang selama ini membuatnya merasa berharga dimata pasangan dan jadi punya rasa percaya diri. Alhasil, Pdnya goyah dan mulai meragukan dirinya sendiri. Inilah yang sebenarnya terjadi dalam suatu dinamika cemburu yang intens, yang sering terlihat pada hubungan suami-isteri.
Rasa cemburu pada pasangan suami isteri itu harus ada. Rasa cemburu ini adalah wujud kemurnian cinta dan merupakan jaminan atas suatu hubungan. Cemburu adalah sesuatu yang wajar dan alamiah bahkan sudah menjadi fitrah manusia. Tinggal bagaimana kita bisa memanage rasa cemburu itu agar menjadi sehat dan mendatangkan manfaat bagi suatu hubungan, bukan sebaliknya. Terlebih jika prinsip cemburu itu didasarkan untuk menjaga dan melindungi pasangan kita agar tidak terjerat dalam perbuatan yang dilarang agama.

Pembahasan
Cemburu dalam rumah tangga, selain disebabkan alasan romantis, juga bisa dipicu oleh beragam hal lainnya. Adapun berbagai macam penyebabnya adalah hadirnya orang ketiga, keluarga, teman, dan karir atau pekerjaan.
Hadirnya Orang ketiga
Hadirnya orang ketiga adalah penyebab paling banyak terjadi dalam rumah tangga. Rasa terancam akan hilang atau berkurangnya rasa kasih sayang karena kehadiran orang ketiga akan menimbulkan rasa ketidaknyamanan yang amat sangat. Kadang sikap agresif akhirnya muncul akibat cemburu dan rasa takut kehilangan. Rasa ingin memiliki dan menguasai sepenuhnya, serta tidak ingin berbagi pada orang lain dalam pasangan bisa memicu cemburu.
Jika rasa cemburu ini diakibatkan oleh hadirnya orang ketiga maka sebaiknya suami melakukan tabayun (mencari kebenaran) terhadap bisikan atau berita yang sampai ketelinganya. Firman Allah SWT, ”Hai orang-orang yang beriman, jika orang fasik datang kepada kalian dengan membawa suatu berita, periksalah (berita itu) dengan teliti, agar kalian tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kalian menyesal atas perbuatan kalian itu.” (QS. Al-Hujurat: 6).
”Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil amri) Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (diantaramu).” (An-Nisaa’: 83).
Syekh As-Sa’di RA menjelaskan bahwa ayat ini berisi pedoman beretika, yaitu dalam membahas setiap persoalan, hendaknya diserahkan kepada yang ahlinya yang benar-benar tau tentang permasalahan ini dan janganlah mendahuluinya. Itulah tindakan yang paling tepat dan paling selamat dari kesahan-kesalahan. Ayat ini juga melarang terburu-buru dalam menyiarkan informasi yang didengar. Sekaligus memerintahkan agar meneliti terlebih dahulu sebelum menyiarkannya. Melihat apakah ada gunanya disiarkan kepada orang lain atau tidak. Bila tidak, lebih baik tidak disiarkan. (Taisir Karimir ahman, II/112-114)
Jadi, jika terdengar kabar bahwa pasangan berselingkuh dengan siini atau siitu, ada baiknya diteliti dan ditelusuri dulu kebenarannya sebelum memberikan vonis pada pasangan. Bila perlu bertanya pada orang yang benar-benar mengetahui persoalan tersebut dengan cara yang makruf. Insya Allah dengan demikian akan menghilangkan rasa curiga yang berlebihan dan tak berdasar yang hanya akan mengakibatkan kehancuran.
Demikianlah Islam sudah mengatur yang sedemikian rupa termasuk masalah cemburu ini. Dan ”Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Ath-Thalaaq: 2-3)

Keluarga
Anggota keluarga bisa saja menjadi pemicu cemburu. Kehadiran seorang anak bisa menyedot perhatian seorang istri sedemikian rupa. Seluruh waktu dicurahkan untuk anak dan tanpa disadarinya sang suami merasa kehilangan perhatian yang selama ini diterimanya. Olehnya seorang istri harus bisa bijak dalam membagi perhatian terhadap anak dan suami.
Orang tua atau mertua juga kerap menjadi sumber rasa cemburu. Perhatian yang demikian besar yang dicurahkan pasangan kepada orang-tuanya dibandingkan perhatian kepada istri atau suaminya tentulah menimbulkan rasa cemburu. Semua permintaan orang-tua selalu dituruti, sementara permintaan atau perkataan pasangan hanya dianggap angin lalu. Ditambah lagi, misalnya bila suami memberikan sejumlah materi yang lebih besar kepada orangtuanya dibanding kepada istri atau orangtua istri.
Kisah berikut ini mungkin bisa menggambarkan betapa buruk sikap curiga yang berlebihan. Suatu ketika ada seorang suami yang menaruh curiga terhadap perilaku istrinya akibat sang suami suka menonton film porno yang mengilustrasikan istri-istri yang melakukan penyelewengan dan berteman dengan wanita-wanita yang menghianati suaminya disaat suaminya tak berada disisi mereka.
Ketika akan mengetuk pintu, dia mendengar suara istrinya yang tengah asyik mengobrol ditelepon. Diapun mengurungkan niatnya mengetuk pintu. Secara perlahan akhirnya dia membuka pintu dan masuk rumah dengan berjalan berjingkat. Dia dengar semua obrolan istrinya yang diwarnai canda tawa. Bahkan sebelum menutup telepon, sang istri berpesan pada lawan bicaranya untuk main kerumah dan makan malam pada hari yang akan ditentukan lebih lanjut.
Tanpa tanya, sang suami marah besar dan langsung mendaratkan pukulan ditubuh istrinya. Kata-kata kasar dan cacimakipun keluar dari mulutnya, sampai-sampai dia mengeluarkan kata tidak suka lagi terhadap istrinya lebih dari empat kali. Meski sudah berusaha untuk memberikan penjelasan, tapi sang suami tetap tidak mau mendengarnya. Akhirnya sang istripun pasrah menghadapi kenyataan pahit itu.
Masih dalam keadaan marah sang suami merenggut telepon ditangan istrinya dan melihat daftar panggilan masuk dan keluar ternyata panggilan masuk dari saudara laki-laki sang istri yang rindu pada istrinya yang baru saja pulang dari luar daerah karena menuntut ilmu dalam waktu yang cukup lama. Permintaan maafpun keluar dari mulut sang suami tapi ironisnya dia sudah menzalimi istrinya dengan pukulan dan ucapan yang buruk bahkan ucapan talak tigapun sudah keluar dari mulutnya. Sang istri yang paham dengan tabiat suami yang posesif telah memaafkannya namun sayang mereka sudah talak tiga.
Tidak ada pilihan lain sang istri meminta kejelasan status atas dirinya sesuai hukum yang berlaku dinegaranya namun suaminya tidak ingin menceraikannya. Sang istripun bingung apakah dia masih halal untuk suaminya atau bukan dan dia tak ingin melakukan sesuatu yang haram menurut agama. Namun sayangnya sang suami malah berfikir sang istri sudah tak mau melayaninya dan menuntut cerai atas dirinya karena sudah ada yang lain dihati sang istri. Lebih ironis lagi sang suami sudah mengadukan hal ini pada teman-teman dan keluarganya dengan dalih ingin menyelamatkan hubungan suami istri. Alhasil semua teman dan keluarga menuduh sang isteri sudah berselingkuh dan akan menikah sehingga sang isteri mendesak sang suami untuk menceraikan dirinya. Na’udzubillahi min dzalik.
Demikian itu dampak buruk dan kecurigaan yang berlebihan dan tak beralasan. Bukan hanya fisik yang terluka, tapi juga mental dan jelas berpengaruh pada pencemaran nama baik sang istri. Bukan hanya istri yang dirugikan tapi juga masa depan anak mereka terancam. Bagaimana hidup akan menjadi tenang dan menyenangkan bila pasangan begitu memperturutkan prasangka negatif, yang tidak berdasar, bahkan yang tidak masuk akal. Sedikit-sedikit cemburu, Mau aktif tak bisa karena dicemburui. Akhirnya tidak ada kebahagiaan lagi dalam pernikahan itu.
Rienny Hassan seorang psikolog menambahkan, sebagian asal kecemburuan lain justru muncul secara logis. Misalnya saja, ketika mendapati, melihat, mendengar atau merasakan sesuatu yang lain atau tidak pada tempatnya. ”Kok tiba-tiba saya tidak boleh pegang HP-nya lagi, kok sekarang kalau terima telpon sembunyi-sembunyi, dll.
Menurut Direktur People Skill & Development Center Jakarta, cemburu model ini tergolong dalam cemburu sehat karena didasari pada suatu alasan logis dan merupakan wujud early warning system dalam suatu hubungan. Cemburu ini bukan mengada-ada tetapi muncul karena sayangnya kita pada pasangan, karena ada cinta, dan karena teguh pada komitmen yang ingin dijaga.
Ustadzah Mumun Maemunah Al Hafizhah memaparkan bagaimana Islam melihat terjaganya cemburu dalam rumah tangga justru sebagai wujud tanggungjawab dan kontrol sosial yang positif yang didasari pada keinginan agar pasangan hidup kita, keluarga kita selalu berada dalam bingkai ridho Allah, sebagaimana firman Allah dalam surat At-Tahrim ayat 6 yang mengingatkan manusia tentang perintah menjaga diri dan keluarga dari apa-apa yang bisa membawa keneraka, maka cemburu bisa menjadi bentuk tanggungjawab dan kontrol sosial pada kehidupan keluarga. Justru dengan ketiadaan cemburu justru akan memicu kehancuran keluarga atau rusaknya pernikahan, karena menunjukkan tidak ada lagi kepedulian.
Ibaratnya, pasangan mau berlaku bagaimanapun, mau berbuat apa saja, mau menyerempet bahaya, atau mau terjebak dalam peluang-peluang bermaksiat, pasangannya cuek dan masa bodoh. Maka kalau seorang suami tak peduli istrinya pergi dengan penampilan yang tak mengindahkan syariat, tak peduli perilakunya yang begitu bebas bergaul dengan rekan atau tetangga pria, atau seorang istri tak peduli suaminya berdekat-dekat, penuh perhatian dan mesra dengan perempuan lain yang bukan muhrimnya, hal itu sama sekali bukan menunjukkan besarnya kepercayaan dalam rumah tangga. Itu justru merupakan kesalahan besar karena membiarkan peluang menuju naar terbuka luas, padahal alasan untuk cemburunya kuat berlandaskan syariat. (Ustadzah Mumun Maemunah Al Hafizhah)
Selanjutnya bagi seorang suami atau istri yang tidak mempunyai rasa cemburu terhadap pasangannya menunjukkan ketidakpeduliannya akan keselamatan dan kehormatan pasangannya dan mereka akan masuk neraka sebagaimana sabda Rasulullah, ”Tiga golongan yang tidak bakal masuk surga adalah orang yang durhaka kepada orang tuanya, dayyuts (orang yang tidak memiliki rasa cemburu), dan wanita yang menyerupai lelaki” (Diriwayatkan oleh HR. Nasa’i dan Hakim)
Olehnya cemburu dibolehkan bahkan dianjurkan dalam agama, tapi harus berdasar, minimal dengan bukti-bukti awal sehingga kecemburuan tersebut bisa mendatangkan kemaslahatan dalam berumahtangga. Misalnya seorang suami yang sudah sering jalan bersama dengan teman wanitanya yang sekantor walau diluar jam kantor bahkan sudah sampai larut malam dan parahnya berlibur dan nginap dikoteks. Ini perlu diperingatkan bahwa tindakan mereka bisa saja akan menimbulkan fitnah. Bukan kecemburuan yang tercela yang dibangun diatas prasangka dan curiga yang tak berdasar. Sebab kecurigaan yang tak beralasan merupakan penyakit kronis yang bisa menyebabkan kehancuran. Contohnya hanya karena teman suaminya mengucapkan selamat Ulang Tahun dan mendoakan yang baik untuk suaminya, sang isteri langsung mencaci-maki teman perempuan suaminya.
Ada pepatah mengungkapkan, ”Keburukan bisa mengantarkan pada keburukan yang sama, sementara kebaikan dapat menyebabkan kebaikan sejenisnya”. dan ”Perlakukanlah orang lain sebagaimana Anda ingin diperlakukan oleh mereka”.
Firman Allah, Wahai orang-orang beriman, jauhilah prasangka buruk, sesungguhnya prasangka buruk itu adalah dosa.” (Al-Hujurat: 12)
Rasulullah SAW juga telah memberitahukan kepada kita bahwa cemburu, curiga, dengki dan penyakit hati lainnya merupakan perantara syetan yang selalu berupaya mengadakan provokasi diantara manusia.
Sabda Rasulullah SAW, ”Setan telah berputus asa untuk membuat orang-orang yang sholat di Jazirah Arab untuk menyembahnya. Namun, (dia tidak pernah berputus asa untuk meniupkan) provokasi ditengah-tengah mereka.”
Rasulullah saw juga telah mengingatkan kepada sahabat dan pengikutnya untuk selalu menjaga sikap serta menghormati wanita dalam sabdanya ”Hak istri terhadap suaminya ialah ia diberinya makan suami, diberinya pakaian bila suaminya berpakaian, tidak dipukuli mukanya, tidak dicerainya, dan tidak ditinggalkan (dikucilkan) kecuali didalam rumahnya sendiri.” (Diriwayatkan oleh HR. Thabrani dan Hakim)
”Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.” (Diriwayatkan oleh HR. Tirmidzi, Abu Dawud).
”Sebaik-baiknya kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya. Dan saya adalah orang yang paling baik terhadap istri”. (Diriwayatkan oleh HR Thabrani, Tirmidzi)
Dalam hal ini Allah juga berfirman, ”Dan pergaulilah istri-istri kalian dengan cara yang ma’ruf (yang baik)..” (An-Nisa’: 19)
Jadi, tidaklah bijak jika seorang suami yang dilanda cemburu langsung mencaci maki istrinya, memukulinya bahkan langsung menceraikannya saat itu juga. Rasulullah SAW  juga bersabda, ”Bukanlah seorang mukmin yang suka mencela, suka mela’nat, suka berbuat keji, dan suka berbuat jahat”. (Diriwayatkan oleh HR Tirmidzi dari Ibnu Mas’ud ra)
”Janganlah kalian saling hasud, saling menipu dalam tawar-menawar, saling membenci, dan saling berselisih! Janganlah sebagian kalian membeli barang yang sudah dibeli orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim itu saudara muslim yang lain. Oleh karena itu, dia tidak patut menzhalimi, mengecewakan, dan merendahkannya.” (Diriwayatkan oleh HR. Muslim)
”Hendaklah engkau datangi ladangmu (istrimu) kapan saja kamu mau, dan berilah makan jika engkau makan, berilah pakaian jika engkau berpakaian, jangan engkau lukai mukanya dan jangan engkau pukul. (Diriwayatkan oleh HR. Abu Dawud)
Firman Allah, ”Sukakah salah seorang diantara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati? maka tentulah kalian merasa jijik terhadapnya.” (Al-Hujuraat: 12)
”Dan bergaullah dengan mereka (para isteri) dengan cara yang bijaksana (bilma’ruf). Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak.” (An-Nisa: 19)
”Jika istrimu itu mentaati kamu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya” (An-Nisa: 34)
Suami hendaknya jangan melalaikan persoalan pokok yang menjadikan penyebab timbulnya kekhawatiran perihal penyelewengan sang isteri. Tetapi jangan sekali-kali suami berprasangka yang tidak pada tempatnya atau mencari-cari kesalahan isterinya hanya untuk bisa menceraikannya.
Rasulullah saw bersabda, ”Sesungguhnya diantara berbagai kecemburuan itu ada cemburu yang dibenci Allah azza wa Jalla yaitu cemburu laki-laki pada isteri tanpa keragu-raguan.” (Diriwayatkan oleh HR. Abu Daud Nasai, dan Ibnu Hibban)
Cemburu yang melampaui batas, sehingga seakan-akan suatu keyakinan sangatlah dilarang agama, sebab termasuk prasangka buruk terlebih jika disertai dengan sikap dan perkataan yang buruk. Adapun cemburu yang difitrahkan adalah cemburu yang wajar dan sehat karena adanya kecintaan.
Semua wanita mengharapkan suaminya untuk menghormatinya dan mereka semua tidak suka dihina. Bila seorang wanita tetap diam setelah dihina suami, ini bukan berarti mereka suka dihina. Tapi itu justru menunjukkan keteguhan hatinya untuk bisa bersabar dan ikhlas dalam menerima perlakuan jahat suaminya. Bersikap diam atas perlakuan suaminya merupakan perkara yang mudah dan hanya sebentar. Tetapi akan mendatangkan manfaat yang besar. Sebuah hadist menjelaskan:
”Barangsiapa bersabar menghadapi pekerti (jahat) isterinya, maka Allah akan memberikan pahala kepadanya seperti pahala yang diberikan kepada nabi Ayub as. Barangsiapa bersabar menghadapi pekerti jahat suaminya, maka Allah akan memberikan pahala kepadanya seperti pahala orang yang terbunuh di jalan Allah. Barangsiapa menganiaya suaminya dan membebani (menuntut) suami diluar kemampuan, serta menyakitkan hati suami, maka dia dikutuk oleh para malaikat pembagi rahmah dan malaikat azab. Barangsiapa bersabar ketika disakiti suami, maka Allah akan memberikan pahala kepadanya seperti pahala Asiyah (isteri Fir’aun) dan Maryam binti Imran.” (Demikian keterangan dalam kitab Al-Jawahir karya As-Samarqandi).
Seorang suami hendaklah bisa menghormati dan menghargai istri. Dengan demikian maka istri pun akan melakukan hal yang sama. Imam Shadiz as mengutip kata-kata ayahnya, ”Barangsiapa melakukan pernikahan, maka ia harus menghormatinya.”
Rasulullah SAW mengatakan, ”Tidak ada seorang yang menghormati wanita kecuali orang-orang yang murah hati dan tidak ada yang menghinanya kecuali orang-orang yang tidak menghormati.” Sebagai tambahan, Rasulullah SAW mengatakan, ”Barangsiapa menghina keluarganya, maka ia akan kehilangan kebahagiaan dan keindahannya.”.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa wanita adalah pusat segala kebaikan yang dikuasai penuh oleh perasaan. Keberadaannya tergantung pada cinta dan kasih sayang. Ia ingin dicintai oleh orang lain dan makin banyak yang mencintai makin baik. Ia mau mengorbankan dirinya untuk dicintai seperti melepas haknya untuk bebas dengan mengabdikan dirinya untuk suami dan keluarganya, mau berkorban melawan maut disaat melahirkan keturunan suaminya, dll. Kelahiran anak pertama, diikuti dengan anak kedua, ketiga dan seterusnya, merupakan peristiwa besar bagi dirinya. Setelah mengandung dan melahirkan, dia harus menyusui dan merawat anak-anaknya. Berbagai tugas dan kesibukan itu yang terkadang membuatnya ”Tidak ada kesempatan” untuk bisa memberi perhatian lebih pada suaminya, apalagi berdandan dan memberinya kejutan. namun sayangnya bukan penghargaan yang didapatkan dari suaminya namun justru penghinaan yang didapatkannya karena sang suami sudah tega menjelekannya didepan teman wanitanya hanya untuk mendapatkan pembenaran. dukungan dan simpati dari teman wanitanya sehingga bisa memaklumi mengapa dia harus melakukan penyelewengan. Na’udzubillahi min dzalik.
Sehingga apabila seorang isteri menyadari bahwa suaminya sudah menjelekannya bahkan sudah membunuh karakternya pada semua orang, dia akan merasa suaminya tak mencintainya dan tak menginginkannya lagi. Ia menganggap dirinya telah gagal. Ia akan kecewa dengan dirinya dan merasa terbuang.
Perlu disadari oleh kaum lelaki, bahwa sebelum wanita bersuami, ia memperoleh kasih sayang penuh dari orang tuanya. Sama halnya dengan para suami yang memiliki anak perempuan. tentulah anak itu sangat dicintai dan diperhatikan. Tapi setelah bersuami, maka ia selalu mengharapkan suaminya untuk mencintai dirinya seperti cinta yang dia dapatkan sebelumnya dari kedua orang tuanya. Dia telah begitu mempercayai suaminya dengan segala keberadaannya untuk bisa mendapatkan cinta yang dia harapkan. Jadi berilah dia cinta dan kasih sayang anda. buatlah dia mencintai anda dan merasa bahagia hidup dengan anda. Bukan sebaliknya.
Tindakan suami dan perkataan suami yang buruk akan menyakiti hati sang isteri. Dia akan kehilangan simpati terhadap anda bahkan akan membenci anda, rumah anda, dan kepada anak-anaknya. Dia tidak akan sudi melayani anda karena anda telah menyakitinya. Alhasil rumah berantakan, tidak tersedia makanan, Anak-anak terlantar dll. Sementara dalam hatinya berkecamuk karena menyadari fitrahnya sebagai seorang isteri seharusnya bisa melayani suami dan membimbing anak-anaknya. Namun karena bencinya dia akhirnya khawatir tidak ikhlas dalam melakukan semua itu. Akhirnya dia berfikir daripada dia terus-terusan berbuat dosa dengan melalaikan kewajibannya sebagai seorang istri namun jika dia melaksanakan tapi tak ikhlas lagi maka dia akhirnya memilih untuk bercerai karena dia sangat mengerti arti keikhlasan dalam beribadah.. Dia khawair ibadahnya hanya akan sia-sia karena tak ikhlas lagi karena saking sakit hatinya pada suami yang sudah menyakitinya. Namun karena kedalaman pengetahuan yang dimilikinya, dia menyadari bahwa tak baik terus-terusan membenci suaminya karena sesungguhnya bisa saja dia tidak menyukai sesuatu atas diri suaminya namun sungguh Allah menciptakan kebaikan yang banyak atas diri suaminya.
Sementara itu, sang isteripun menyadari bahwa sebuah rumah tangga tanpa kasih sayang akan mirip dengan neraka yang bara apinya selalu menyala, sekalipun rumahnya tampak rapi dan penuh dengan barang-barang mewah. Sang isteri yang dulunya lembut dan penuh kasih sayang sekarang mengalami sakit atau mengalami kekacauan mental. Hatinya labil dan bisa saja akan mencari kesenangan dan ketenangan dengan orang lain yang bisa mengerti perasaannya. Bersikap dingin pada suami dan menghendaki perceraian atau justru malah bunuh diri. Na’udzubillahi min dzalik.
Jika sudah demikian siapa yang disalahkan?. Tentulah yang bertanggungjawab terhadap semua keadaan ini adalah suami yang telah gagal membina rumah tangga yang sakinah mawadah dan warahmah. Hal ini diakibatkan oleh kecerobohan suami dalam hubungannya dengan isteri. Sikap yang kurang bersyukur dan terlalu memperhatikan kekurangan isteri dan selalu membandingkan isterinya dengan wanita lain yag didekatnya ditunjang dengan sikap dan perkataan yang buruk telah memicu terjadinya perceraian yang ujung-ujungnya menghancurkan masa depan anak dan kehidupan serta hati isterinya.
Dilain pihak seorag isteri yang menyadari bahwa perceraian bukanlah suatu solusi terbaik karena lebih banyak mendatangkan efek negatif khususnya bagi perkembangan psikis dan pertumbuhan anak akan mengalami deepresi berat dalam menentukan sikap. Bak bertemu buah simalakama, maju kena mundurpun kena, cerai untuk kebahagiannya namun kasihan anaknya, tetap bertahan demi kebahagiaan anaknya namun dirinya terus menerus mengalami siksaan lahir batin yang luarbiasa dashyatnya.
Akhirnya sang isteripun berpikir jika seandainya bunuh diri itu bukan perbuatan keji yang dibenci Allah dan termasuk perbuatan kufur yang bisa memasukkannya kedalam golongan orang kafir, dia akan menyegerakan kematian atas dirinya. Dengan ketidak berdayaannya dia melalui ujian itu dengan pasrah dan linangan airmata. Diantara puing-puing reruntuhan dia pun terseok mengumpulkan kekuatan yang ada dalam dirinya untuk tetap bisa bertahan dengan kekuatan sabar dan ikhlas menuju ridha Allah. Diapun berusaha menenangkan hatinya dengan berfikir bahwa jalan menuju surga itu tak selalu bertabur bunga. Sabar dalam rumah tangga adalah ladang amal baginya.


Teman
Menikah bukan berarti meninggalkan kehidupan sosial. Dalam hidup ini, seseorang tidak mungkin bisa hidup tanpa seorang teman. Bahkan seseorang akan berupaya menjalin pertemanan dengan sejumlah orang. Melalui pertemanan itulah mereka bisa saling kenal, saling berkunjung, saling bersimpati, saling membantu, dan saling menyokong. Firman Allah, ”Maka Kami tidak mempunyai pemberi syafa’at seorangpun dan tidak pula mempunyai teman yang akrab.” (Asy-Syu’araa’: 100-101) , ”Sesungguhnya orang yang beriman adalah saudara.” (Al-Hujuraat: 10)
Namun keakraban dengan teman karib bisa memicu rasa cemburu pasangan karena waktu yang dihabiskan bersama mereka atau perhatian yang diberikan untuk mereka dinilai berlebihan oleh pasangan. Bahkan bisa jadi seseorang lebih senang menjadikan teman sebagai tempat mencurahkan isi hati dibanding kepada istri atau suaminya sendiri. Hal ini sebaiknya dihindari karena bisa saja menimbulkan fitnah dan bisa membuka peluang kemaksiatan terlebih jika yang diceritakan adalah aib pasangan sendiri karena kurangnya rasa bersyukur dalam dirinya. Tentulah tak ada lagi sesuatu yang menarik dari pasangannya. Akhirnya, yang ada hanya berkeluh kesah kepada sahabatnya dengan penuh rasa kekecewaan, dan ketidaknyamanan berumahtanga dengan pasangannya. Seolah-olah dia tak bisa lagi melihat secuil kebaikanpun pada diri pasangannya.
Jika temannya baik tentulah dia akan menasehati sahabatnya untuk selalu bersyukur dan bersabar juga ikhlas dalam beribadah sehingga bisa meraih ridho Allah dan keluarga yang SAMAWA, bukan malah sebaliknya memfitnah pasangan temannya dengan tujuan memprovokasi dan mengajaknya tuk bisa have fun bersama karena dia juga memiliki masalah yang sama. Na’udzubillahi min dzaalik.
Olehnya dalam berteman sebaiknya memilih teman yang baik. Teman yang baik adalah mereka yang bisa mendatangkan atau memberikan manfaat untuk kita baik didunia maupun diakhirat. Dia akan selalu memperingatkan kita jika sewaktu-waktu berbuat suatu kesalahan. Dia merupakan jalan yang bisa mengantarkan kita menuju surga. Sebaliknya Islam melarang seorang mukmin berteman dengan orang-orang yang memiliki sifat-sifat negatif seperti selalu memprovokasi, kerap berbuat kerusakan dan fitnah, mengajak kita untuk berbuat keji dan justru menghancurkan kehidupan kita baik kehidupan rumah tangga, karir maupun kehidupan dunia dan akhirat.
Rasulullah SAW bersabda, ”Janganlah berteman kecuali dengan seorang mukmin dan hendaklah tidak menyantap makananmu kecuali orang yang bertakwa.” (Diriwayatkan oleh HR. Abu Daawud)
Firman Allah, ”Dan janganlah kalian menceburkan diri kalian sendiri dalam kebinasaan.” (Al-Baqarah: 195)
Olehnya sudah sewajarnya jika seorang isteri mengingatkan suami untuk tidak bepergian atau berteman dengan orang munafik dan bukan muhrim diluar urusan kerja walaupun itu teman kantor. Masih jauh lebih baik berteman dengan orang Yahudi ketimbang berteman dengan orang munafik. Mereka tidak memberi manfaat sedikitpun melainkan menjeretmu dalam perbuatan makar, keji dan munkar. Tindakan isteri ini  termasuk dalam cemburu sehat.
Dilain pihak, cemburu yang berlebihan dan cenderung tidak proporsional atau mengada-ada serta tanpa alasan yang mendasar tentu hanya akan mengakibatkan pasangan merasa terkekang dan tidak bisa bergerak secara bebas dan leluasa. Tentunya segala sesuatu yang dilakukan secara berlebihan akan berakibat kurang baik termasuk juga dalam hubungan suami istri termasuk cemburu yang berlebihan. Ketika seorang suami ingin sepenuhnya menguasai dan memiliki istrinya tanpa memberikan ruang dan kesempatan padanya untuk berinteraksi atau bergaul dengan orang lain, istri akan merasa terpenjarakan oleh suaminya sendiri demikian pula sebaliknya.
Sementara dalam Islam menganjurkan untuk tidak melakukan sesuatu secara berlebihan karena suatu tindakan yang berlebihan termasuk cemburu yang berlebihan akan berakibat kurang baik. Firman Allah dalam Al-Maidah: 77 ”Katakanlah, Hai Ahli Kitab, janganlah kalian berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agama kalian.” (Al-Maidah:77)
Rasulullah SAW bersabda, ”Hendaklah kalian mengikuti jalan pertengahan, hendaklah kalian mengikuti jalan pertengahan, hendaklah kalian mengikuti jalan pertengahan.” (Diriwayatkan Ahmad dan Al-Hakim. Adz-Dzahabi mensahihkannya)
Jadi, keseimbangan atau tidak berlebih-lebihan dalam cemburu sudah termasuk dalam keseimbangan syariat yang berkaitan dengan hukum-hukum Allah baik yang meliputi akidah, ibadah, akhlak, mu’amalah dan hubungan antar sesama khususnya hubungan suami-istri.
Allah berfirman, ”Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan yang Maha Pemurah sesuatu yang seimbang.” (Al-Mulk: 3).
”Dan bahwa (yang kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kalian dari jalan-Nya.” (Al-An’am: 153).
”Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya maka sesunggunya ia akan berbahagia sebenar-benarnya bahagia.” (Al-Ahzab: 71)
”Dan barangsiapa yang berpaling dari mengingat-Ku (tidak mentaati Allah), maka sesungguhnya baginya adalah kehidupan yang amat sempit atau gelisah.” (Thaha: 124).
”Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu, karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.” (Ali-Imran: 112).
Jika cemburu suami yang berlebihan, maka ruang gerak istri itu menjadi sangat sempit, bahkan tidak ada. Baik ruang gerak fisik maupun psikologis, sehingga dia tidak lagi bisa mengaktualisasikan keberadaannya secara maksimal. Padahal sebagai makhluk sosial, mau tidak mau, istri merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat. Misalnya, ketika istri keluar rumah untuk berbelanja, atau menghadiri pengkajian atau perkumpulan Islami, maka dia adalah bagian dari publik. Jika dia sebagai mahasiswa, maka ia menjadi bagian dari publik diperkumpulan mahasiswa atau dosen. Demikian juga dengan perkumpulan profesi lainnya.
Selain itu, istri bisa merasa tidak memiliki otoritas karena merasa bukan milik dirinya sendiri. Mestinya, seorang istri juga harus memiliki ruang gerak pribadi atau privasi. Rasulullah SAW bersabda, ” Sesungguhnya Rabbmu mempunyai hak atas kamu, dirimu mempunyai hak atas kamu, keluargamu mempunyai hak atas kamu, maka berikanlah hak kepada setiap yang berhak.” (Diriwayatkan Al-Bukhari)
Jadi seorang suami seharusnya mengingat bahwa seorang isteri juga mempunyai hak termasuk hak privasi yang tidak boleh diganggu oleh suami. Hal tersebut telah ditegaskan oleh Rasulullah saw melalui sabdanya, ”Sesungguhnya tubuhmu memiliki hak atas dirimu, kedua matamu pun demikian. Dan sesungguhnya istrimu juga mempunyai hak atas dirimu.” (Diriwayatkan oleh HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam tata kehidupan berumah tangga, seharusnya pasangan suami-istri menjadi bagian satu sama lain. Tidak boleh ada yang lebih mendominasi, saling memberi ruang gerak seluas-luasnya untuk mengekspresikan eksistensinya masing-masing. Sebab idealnya, dalam menjalani hidup didunia ini kita tidak mungkin berjalan sendiri tanpa melibatkan orang lain. Suatu ketika kita pasti membutuhkan bantuan dan kehadiran orang lain. Dalam hal ini, suami istri harus saling mendukung untuk berkembang.


Karir atau Pekerjaan
Yang kerap juga menimbulkan rasa cemburu terutama pada suami, adalah karir dan gaji istri yang lebih baik dari dirinya. Arogansi sebagai seorang lelakipun muncul. Diperparah jika suami masih menganggap suamilah yang seharusnya mencari nafkah, sementara istri harus selalu siap melayani suami dan keluarga.
Walau kemudian dia memberi izin kepada isteri untuk bekerja, ikut mencari penghasilan bagi kelangsungan keluarga, izin yang diberikanpun setengah hati, Tuntutannya terhadap isteri untuk melayani keluarga dirumah tak berubah. Dia pun tak bisa menerima konsekuensi wanita bekerja, dalam hal waktu, hubungan dengan banyak orang dan sebagainya. Akhirnya rasa bersyukurnya berkurang bahkan tak ada samasekali. Dia lebih memperhatikan kekurangan sang isteri dan itu dikeluhkannya pad teman-temannya untuk mencari simpati, dukungan dan dijadikannya sebagai pembenaran atas perbuatan yang telah dan akan dilakukannya.
Pada kondisi ini, cemburu kerap muncul, walau isteri jelas-jelas tetap menyayangi dan menghormatinya. Apalagi jika karir dan isteri semakin baik. Rasa cemburu biasanya diwujudkan dengan kerap mencari-cari cara untuk menyakiti bahkan menyulitkan isterinya untuk menunjukkan dominasinya terhadap isteri.

Solusi
Menekan rasa cemburu hingga ketitik nol, berpura-pura tidak ada masalah, hanya membuat dada terasa sempit. Tetapi mengumbar cemburu sepuas hati yang biasanya ingin sekali dilakukan, bisa berujung pada cekcok berkepanjangan. Dibawah ini berbagai cara untuk bisa memanage cemburu agar bisa menjadi cemburu yang sehat dan bukan buta.
Mengubah Prasangka dengan Mencari Kebenaran
Menjunjung Tinggi rasa Saling Percaya
Menjaga Privasi Masing-masing
Mencari Motif Cemburu
Bangun Komunikasi yang Baik
Terbuka
Mencari Solusi dan Bukan Kambing Hitam
Memberi Batasan bagi yang Ikut Campur Masalah Keluarga
Kembali keAl-Qur’an dan As-Sunnah
Semoga bisa bermanfaat bagi pembaca..
___MaGhi01___

2 komentar:

  1. Semua itu di perlukan kedewasan dalam berpikir. Faktor pendidikan serta pola asuh orang tua sejak kecil mempengaruhi karakter seseorang dalam bertindak.
    Namun kecemburuan masih dalam batas kewajaran masih bisa di maklumi.

    BalasHapus
  2. Faktor internal berupa kecerdasan emosional juga bisa mempengaruhi karakter seseorang. Namun yang namanya karakter, itu bisa dibentuk baik melalui pendidikan maupun latihan

    BalasHapus